Senin, 08 Juni 2015

Fakta Ilmiah Misteri Bencana Segitiga Masalembo

misteri-perairan-masalembo-segitiga-bermuda-ala-indonesia-1504127 
Belakangan ini, sebutan Segitiga Masalembo kembali menciptakan perbincangan. Lolos dari cerita drama misteri film televisi berjudul �Masalembo� yang dirilis oleh diantara televisi nasional belakangan ini, ternyata Masalembo memang memiliki ragam fakta ilmiah dibalik rentetan bencana kecelakaan yang terjadi di sekitar wilayah ini sejak puluhan malahan ratusan tahun kemudian.

Mengapa Masalembo menciptakan fenomenal di negri kita? Apakah penyebab utama perairan ini menciptakan perairan yang ditakuti oleh para pelaut di negri kita? Berikut yakni cerita mengenai fakta yang menjelaskan mengenai segitiga Masalembo.

Dilihat secara geografis, sebutan segitiga Masalembo muncul risiko strip khayal yang berupa segitiga sama sisi didasar laut Kepulauan Masalembo, garis khayal di dasar laut ini amat sempurna sebagai bentuk segitiga, terletak di antara Laut Jawa & Selat Makassar. Kepulauan Masalembo sendiri terdiri dari tiga pulau kecil, Pulau Masalembo, Pulau Masakambing, dan Pulau Keramaian. Ketiga pulau yang perpenghuni seribu sampai tiga ribuan jiwa ini termasuk dalem wilayah Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Berjarak sekitar 112 mil laut dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep.

Atas awalnya, julukan Segitiga Masalembo semenjak tersohor selaku segitiga penuh misteri serupa dengan misteri Segitiga Bermuda di Samudera Atlantik ketika bencanatenggelamnya Kapal Tampomas II. Kala itu, bencana terbakarnya Tampomas II dan lantas tenggelam di perairan Masalembo pada Januari 1981 silam sempat Menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Setelah kejadian Tampomas yang menggemparkan publik itu, berturut-turut lalu terjadi bencana kecelakaan serupa di laut Masalembo ini. Sejak dari jatuhnya pesawat Adam cairan atas Januari 2007 gara-gara cuaca buruk di atas laut Masalembo serta Majene, tragedi tenggelamnya Kapal Mutiara indah serta KM Fajar Mas yang terjadi berdekatan pun di Juli 2007, kecelakaan kapal Senopati Nusantara atas 2006, serta yang paling baru kejadian bencana tenggelamnya KM Teratai Prima atas 2009 lalu, pun di titik segitiga Masalembo ini.

Rentetan kejadian kecelakaan lalu lintas udara dan laut di zona Masalembo lalu menjabat hangat di dalem ruang perbincangan publik. Terhindar dari semua kisah mistis tentang ruang & kerajaan Jin yang menetap di atas wilayah Segitiga Masalembo ini, nyatanya ada fakta ilmiah yang memang terjadi serta menciptakan ancaman bagi siapapun yang melintas di zona Masalembo ini.

Lokasi yang disebut Segitiga Masalembo sejatinya adalah wilayah pertemuan arus laut yang kencang. Arus dari barat menyusur sepanjang Laut Jawa seolah-olah monsoonal stream bergerak deras serta bertemu dengan arus laut dari utara yang berasal dari perairan Samudera Pasifik yang melaju lewat Selat Makassar. Pertemuan dua arus berbeda suhu inilah yang terjadi di atas perairan Masalembo. Perpindahan arus yang berjumpa di titik Masalembo ini bahkan diperkirakan mencapai 15 juta meterkubik/detik!

Kasus inilah yang diujar-ujar selaku definisi ilmiah kenapa perairan Masalembo ini diwaspadai oleh semuanya pelaut yang ingin menyebrang dari Laut Jawa ke arah Pulau Sulawesi. Bencana cuaca buruk & gelombang deras yang tak menentu kerap kali memang terjadi tiap harinya di atas segitiga �mistis� ini. Terlepas dari unsur takhayul tersebut, tetap doang Masalembo merupakan fenomena unik yang terjadi di wilayah perairan Indonesia. (ijal)
Sumber

Rabu, 03 Juni 2015

Manado dan Tomohon Wilayah Rawan Tanah Longsor dan Banjir Bandang

Longsor ManadoAwal Januari 2014 silam, Sulawesi Utara berduka. Beberapa sudut Kota berjuluk Sitou Timou Tumou Tou itu hancur terhempas gelombang banjir bandang dan tanah longsor. Kala itu, Januari 2014 menjadi awal masuknya musim penghujang di sebagian besar wilayah Nusantara. Banjir besar tak hanya menenggelamkan Jakarta. Bencana banjir pun menjadi musibah kelam bagi kota Manado dan Tomohon.
Kondisi bentangan alam di wilayah Tomohon yang berbukit dan banyak lembah memicu pula pergerakan tanah yang mengakibatkan bencana tanah longsor. Wilayah Tinoor, Tomohon, Sulawesi Utara menjadi lokasi terparah yang terkena dampak bencana tanah longsor dan banjir bandang.
Kepedihan di awal Januari itu membawa kerusakan dan korban jiwa di Kota Manado, Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Utara. Bencana banjir bandang menghempas wilayah Sulawesi Utara akibat hujan deras yang terus mengguyur hingga akhirnya tak mampu terbentung oleh aliran sungai Sario, Tondano, dan Sawangan. Luapan sungai kemudian menenggelamkan sejumlah lokasi, mematikan perekonomian, membawa lumpur dan air bah yang menenggelamkan sekolah, perkantoran, hotel, dan super market hingga lebih dari 5 meter. Rumah besar hanyut terbawa luapan air sungai, kendaraan mobil dan motor tenggelam mengikuti derasnya aliran air, dan sejumlah penduduk hilang tenggelam.
Tanah longsor pun kala itu memutus total aliran transportasi dari Kota Manado menuju Tomohon akibat longsornya jalan utama di Tinoor. Putusnya transportasi menuju Tomohon saat itu menyulitkan arus bantuan ke wilayah Tinoor, melambungkan harga bahan pokok di Kota Manado, dan menimbulkan kemacetan luar biasa di dalam Kota Manado.
Makin terkikisnya daerah aliran sungai yang melintasi Kota Manado menjadi salah satu tersangka utama penyebab meluapnya aliran sungai. Memasuki musim penghujan, ancaman banjir masih mengintai dataran rendah di Kota Manado yang secara geografis memang berada di wilayah hilir sungai.
Selain itu, menurut Veronica Kumurur, pakar Lingkungan Hidup Universitas Sam Ratulangi seperti yang dikutip dari liputan6.com menyebutkan bahwa bencana banir bandang Manado dan tanah longsor di Tomohon murni akibat kesalahan pengelolaan alam di wilayah tersebut.
Menurut Veronica, sejatinya kota Manado banyak terdapat aliran sungai, dikelilingi oleh dataran tinggi dan daerah resapan air. Namun nyatanya bentangan alam sebagai drainase alami tersebut banyak yang habis ditebang, diganti oleh bentuk pemukiman, industri dan lain lain.
Bencana 2014 lalu menurut catatan memang menjadi klimaks akibat kerusakan alam di wilayah sekitar Manado. Tercatat hampir 75 % wilayah Kota Manado terendam oleh banjir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat statistik 40 ribu orang mengungsi dan 18 jiwa tewas akibat bencana banjir dan longsor 2014 silam di 6 Kabupaten Sulawesi Utara, yaitu Manado, Minahasa Utara, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan, dan Kepulauan Sangihe. (ijl)
Foto mongabay.co.id